ANALISA PERBEDAAN KEPMENKES NO. 900/MENKES/SK/VII/2002
DAN PERMENKES NO. 1464/MENKES/PER/X/2010
PASAL
|
KEMENKES RI
NO.900/MENKES/SK/VII/2002
|
PERMENKES
RI NO.1464/MENKES/PER/X/2010
|
Pasal 1
|
Dijelaskan definisi
Registrasi
Surat
izin bidan disebut SIB
Tidak
dijelaskan tentang Surat Ijin Kerja Bidan (SIKB)
|
Tidak dijelaskan definisi
registrasi dan kata registrasi sudah dimasukkan kedalam definisi bidan
dijelaskan tentang definisi fasilitas pelayanan.
Surat
ijin bidan (SIB) berganti dengan nama Surat Tanda Registrasi (STR)
Dijelaskan
tentang SIKB, dimana bidan dapat bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
|
Pasal 2
|
Pimpinan pendidikan wajib
menyampaikan laporan.
|
Terjadi Perubahan total
dari kemenkes no.900 ke Permenkes no 1464.
Dijelaskan
bidan dapat menjalankan praktik mendiri atau bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan dan berpendidikan minimal Diploma III Kebidanan
|
Pasal 3
|
Dijelaskan tentang Surat Ijin
Bidan (SIB), kelengkapan registrasi dan bentuk permohonan SIB
|
Bidan yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai SIKB, sedangkan bidan yang
menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
|
Pasal 4
|
Dijelaskan Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi tempat untuk registrasi dan mengeluarkan SIB.
|
Dijelaskan tentang
persyaratan pememperolehan SIKB/SIPB. Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia (MTKI)/ Provinsi (MTKP), maka SIB ditetapkan berlaku
sebagai STR.
|
Pasal 5
|
Dijelaskan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi membuat pembukuan registrasi SIB menyampaikan laporan
berkala kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretaris Jenderal.
|
Dijelaskan SIKB/SIPB
dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota.
|
Pasal 6
|
Dijelaskan tentang proses
adapatasi pada bidan lulusan luar negeri.
|
Dijelaskan Bidan hanya
menjalankan praktik/kerja paling banyak 1 tempat kerja dan 1 tempat praktik.
|
Pasal 7
|
dijelaskan tentang masa
berlaku dan pembaharuan SIB yang diajukan kepada kepala dinas kesehatan
propinsi.
|
menjelaskan masa berlaku
dan pembaharuan SIKB/SIPB dan persyaratan mengajukan pembaharuan SIKB/SIPB
|
Pasal 8
|
menjelaskan masa bakti
bidan.
|
menjelaskan 3 alasan
untuk tidak berlakunya SIKB/SIPB.
|
Pasal 9
|
menjelaskan bidan harus
memiliki SIPB bila menjalankan praktik.
|
menjelaskan wewenang
bidan dalam memberikan pelayanan yang meliputi pelayanan kesehatan ibu,
kesehatan anak dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana.
|
Pasal 10
|
menjelaskan tentang
persyaratan registrasi SIPB.
|
menjelaskan tentang
pelayanan kesehatan ibu yang diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
|
Pasal 11
|
menjelaskan tentang masa
berlaku dan pembaharuan SIPB.
|
menjelaskan tentang
pelayanan kesehatan anak yang diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak
balita dan anak pra sekolah.
|
Pasal 12
|
menjelaskan bidan tidak
tetap tidak memerlukan SIPB
|
menjelaskan tentang
memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
|
Pasal 13
|
menjelaskan bidan harus
meningkatkan keterampilan dan keilmuannya.
|
menjelaskan wewenang
pelayanan kesehatan program pemerintah, bidan harus terlatih dalam bidang
pelayanan tersebut.
|
Pasal 14
|
menjelaskan wewenang
bidan memberikan pelayanan kesehatan meliputi pelayanan kebidanan, pelayanan
keluarga berencana dan pelayanan kesehatan masyarakat.
|
menjelaskan kewenangan
bidan bila menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter maupun
yang mempunyai dokter.
|
Pasal 15
|
menjelaskan pelayanan
kesehatan pada ibu diberikan pada masa pranikah, masa kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara. Pelayanan pada anak
diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra
sekolah.
|
menjelaskan Pemerintah
daerah Provinsi/kota mempunyai peran dalam praktik bidan.
|
Pasal 16
|
menjelaskan perincian
tentang pelayanan kebidanan kepada ibu dan pelayanan kebidanan pada anak.
|
menjelaskan persyaratan
penempatan bidan didaerah yang belum memiliki dokter, dimana pemerintah
daerah provinsi/kota mempunyai tanggung jawab dalam hal ini.
|
Pasal 17
|
menjelaskan wewenang
bidan bila praktik pada daerah yang tidak mempunyai dokter.
|
menjelaskan persyaratan
bidan dalam menjalankan praktik mandiri.
|
Pasal 18
|
menjelaskan perincian
tindakan pelayanan kebidanan sesuai pasal 16.
|
menjelaskan kewajiban
bidan bila melaksanakan praktik/kerja, meningkatkan mutu pelayanan profesinya
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
|
Pasal 19
|
menjelaskan wewenang bidan
dalam memberikan pelayanan keluarga berencana.
|
menjelaskan tentang hak
dalam melaksanakan praktik/kerja.
|
Pasal 20
|
menjelaskan wewenang
bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat.
|
menjelaskan bidan wajib
melakukan pencatatan dan pelaporan yang ditujukan ke Puskesmas kecuali bidan
yang praktik di fasilitas kesehatan.
|
Pasal 21
|
menjelaskan bidan dapat
melaksanakan kegawat daruratan untuk menyelamatkan jiwa.
|
menjelaskan tentang
pembinaan dan pengawasan oleh Menteri, Pemerintah daerah provinsi, Pemerintah
daerah kabupaten/kota, dan Kepala Dinas kesehatan Kabupaten/kota melakukan
pemetaan tenaga bidan.
|
Pasal 22
|
menjelaskan persyaratan
untuk bidan melaksanakan praktik perorangan.
|
menjelaskan tentang
pimpinan fasilitas kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan berhenti
di tempatnya.
|
Pasal 23
|
menjelaskan tentang
peralatan dan obat-obatan yang harus dimiliki bidan dalam melaksanakan
praktik perorangan.
|
menjelaskan tindakan
administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
penyelanggaraan praktik.
|
Pasal 24
|
menjelaskan bidan membatu
program pemerintah.
|
menjelaskan pemberian
sanksi bila bidan yang berpraktik tidak memiliki SIKB/SIPB
|
Pasal 25
|
menjelaskan wewenang
bidan yang diberikan harus berdasarkan standart profesi.
|
menjelaskan bidan yang
telah mempunyai SIPB berdasarkan Kemenkes no 900 dan Permenkes no HK.02.02
dinyatakan telah memiliki SIPB sampai masa berlakunya berakhir.
|
Pasal 26
|
menjelaskan tentang
petunjuk pelaksanaan praktik.
|
menjelaskan bila
MTKI/MTKP belum terbentuk maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Kemenkes no 900.
|
Pasal 27
|
menjelaskan tentang
pencatatan dan pelaporan bidan yang dilaporkan ke Puskesmas.
|
menjelaskan bidan yang
praktik di fasilitas kesehatan sebelum ditetapkan peraturan ini harus
mempunyai SIPB.
|
Pasal 28
|
menjelaskan pejabat yang
berwenang mengeluarkan dan mencabut SIPB.
|
menjelaskan tentang
penyesuaian bidan yang berpendidikan di bawah diploma III.
|
Pasal 29
|
menjelaskan tentang
permohonan dan penolakan SIPB dikeluarkan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
|
menjelaskan peraturan
yang berlaku.
|
Pasal 30-47
|
menjelaskan:
1. Kepala dinas kabupaten/kota melaporkan ke Kepala dinas provinsi. 2. Bidan harus mengumpulkan angka kredit. 3. Bidan yang melakukan pelanggaran dapat dikenakan tindakan disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan ijin. 4. Permenkes no 572/Menkes/Per/VI/1996 tidak berlaku lagi. |
Pasal 30 menjelaskan
mulai berlakunya peraturan ini.
Dalam
tidak terdapat pasal 31-47
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar